MANAJEMEN KELAS

Senin, 11 Februari 2013

standar pendidikan nasional : tk/ra, pendidikan dasar dan menengah


  STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN: TK/RA, PENDIDIKAN DASAR, DAN PENDIDIKAN MENEGAH

Standar Nasional Pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah ini bersumber dari PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
1.      Pengertian. Lingkup, fungsi, dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Pengertian. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1). Lingkup. Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana pendidikan; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan; dan h. standar penilaian pendidikan (Pasal 2 ayat (1). Pasa 12 ayat (2) menyatakan: "Untuk penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi".
Fungsi dan Tujuan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, mewujudkan pendidikan nasional Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4). dan pengawasan pendidikan dalam rangka yang bermutu (Pasa13). Standar Pendidikan  Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4).




2.      Standar Isi
Pasal 5
(1)     Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
(2)     Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1)       Kurikulum untuk pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.       kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      kelompak mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c.       kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      kelompok mata pelajaran estetika;
e.       kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(2)      

 
Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.
(3)      
(4)       Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.
(5)       Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6)       Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1)     Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMALB/Paket B, SMA/ MA/ SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(2)     Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/ MA/ SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3)     Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pegetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
(4)     Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/ kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(5)     Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan yang teknologi pada SMA/MI/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/ kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(6)     Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan yang teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilam, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muata 1okal yang relevan.
(7)     Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
(8)     Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MAK/ SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasa1 8
(1)       Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2)       Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(3)       Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Beban Belajar
Pasal 10
(1)     Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
(2)     MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
(3)     Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Pasal 11
(1)    Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semestar (SKS).
(2)    Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(3)    Beban belajar untuk SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(4)    Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul dari BSNP.
Pasal 12
(1)     Beban belajar pada pendidikan kesetaraan disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan kegiatan mandiri yang tertstruktur sesuai dengan kebutuhan.
(2)     Beban belajar efektif per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Pasal 13
(1)     Kurikulum untuk untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup.
(2)     Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
(3)     Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(4)     Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 14
(1)      Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
(2)      Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(3)      Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1)         Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
(2)         Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya:
a.       Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori standar;
b.      Model- model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori mandiri;
(3)         Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
(4)         Isi panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi sekurang-kurangnya model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
(5)         Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-kurangnya meliputi model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem kredit semester.
Pasal 17
(1)       Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
(2)       Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
(3)       Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program Paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1)        Kalender pendidikan/akademik mencakup permulaan tahun efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
(2)        Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester.
(3)        Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

3.      Standar Proses.
Pasal 19
(1)      Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2)      Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
(3)      Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasa120
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kuranya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1)      Pelaksanaan proses pembelajaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimum per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.
(2)      Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Pasal 22
(1)     Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
(2)     Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. (3) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidkan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksnakan satu kali dalam satu semester.

Pasa1 23
Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dilmaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Pasa124
Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembalajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

4.      Standar Kompetensi Lulusan
Pasa125
(1)       Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(2)       Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
(3)       Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan.
(4)       Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pasal 26
(1)    Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2)    Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulid, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(3)    Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia; serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Pasa1 27
(1)       Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

5.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik
Pasa1 28
(1)     Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)     Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3)     Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a.       kompetensi pedagogik;
b.      ­kompetensi kepribadian;
c.       kompetensi profesional;
d.      kompetensi sosial.
(4)     Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5)     Kualifikasi akademik dan kompetensi    sebagai            agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasa1 29
(1)       Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki:
a.       kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b.      latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan
c.       sertifikat profesi guru untuk PAUD.
(2)       Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a.       kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S 1);
b.      latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi ; dan
c.       sertifikat profesi guru untuk SD/MI.
(3)       Pendidik pada SMP/MTs, atau bentuk lain yangsederajat memiliki:
a.       kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S 1).
b.      Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.       Sertifikat profesi guru untuk SMP/Mts.
(4)       Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a.       kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1).
b.      latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.       sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.
(5)       Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a.       kualifikasi akademik pendidikan minimun diloma empat (D-IV) atau sarjana (S 1).
b.      Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkati; dan
c.       Sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.
(6)       Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a.       kuatifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atuu sarjara (S 1).
b.      Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.       Sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK.
Pasal 30
(1)      Pendidik pada TK/RA sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai keperluan,
(2)      Pendidik pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru ketas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing masing satuan pandidikan sesuai keperluan,
(3)      Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.
(4)      Pendidik pada SMP/MTs. Atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(5)      Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran dan instruktur bidang kejuruan yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(6)      Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
Pasal 32
(1)     Pendidik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar sebagaimana diatur dalam Pasa128 sampai dengan Pasal 31.
(2)     Selain syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 sampai dengan pasal 31 menteri urusan pemerintahan di bidang agama dapat memberikan kriteria tambahan.
Pasal 34
Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan dalam peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

            Tenaga Kependidikan
Pasal 35
(1)   Tenaga kependidikan pada:
a.       TK/RA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas Kepala TK/RA dan tenaga kebersihan TK/RA.
b.      SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
c.       SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboraturium, dan tenaga kebersihan sekalah/madrasah,.
d.      SMA/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratarium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
e.       SDLB, SMPLB, dan. SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-­kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga perpustakaan, tenaga labaratorium, tenaga kebersihan sokalah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis.
(2)   Standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraluran Menteri.
Pasal 38
(1)     Kriteria untuk menjadi kepala TK/RA meliputi:
a.       Berstatus sebagai guru TK/RA;
b.      Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
c.       Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d.      Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
(2)     Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi:
a.       Berstatus sebagai guru SD/MI;
b.      Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
c.       Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI; dan
d.      Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
(3)     Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK meliputi:
    1. Berstatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK;
    2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
    3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan
    4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
(4)     Kriteria untuk menjadi kepala SDLB/SMPLB/SMALB meliputi:
    1. Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan khusus;
    2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
    3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di satuan pendidikan khusus;
    4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan khusus.
(5)     Kriteria kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
(1)        Pengawasaan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan.
(2)        Kriteria untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi:
a.       Berstatus sebagai guru sekurang-kwrangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi;
b.      Memiliki sertifikat pendidikan fungsionatlsebagai pengawas satuan pendidikan;
c.       Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.
(3)        Kriteria pengawas suatu satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasa141
(1)     setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. (2) Kriteria penyelenggaraan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

6.      Standar Sarana dan Prasarana
Pasal 42
(1)       Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2)       Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Pasa148
Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 sampai dengan 47 dikembangkan oleh BSNP-BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7.      Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan meliputi standar pengelolaan oleh Satuan Pendidikan (Pasal 49 s.d. 58), oleh Pemerintah Daerah (Pasal 59), dan oleh Pemerintah (Pasa1 60-61). Namun dalam kesempatan ini yang akan dikemukakan hanya berkenaan dengan pengelolaan oleh satuan pendidikan Pasa1 49-58).

Standar Pengelalaan Oleh Satuan Pendidikan
Pasa149
(1)      Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemn berbasis sokalah yang ditunjukkan dengan kemandirin, kamitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Pasa150
(1)        Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan pendidikan sebagai penanggungjawab pengelolaan pendidikan.
(2)        Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan.
(3)        Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/, SMAK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing­-masing secara berturut-turut membidangi akademik sarana dan prasarana, serta kesiswaan.
Pasal 51
(1)     Pengambilan keputusn pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
(2)     Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
(3)     Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Pasal 52
(1)     Setiap satuan pendidikan harus mempunyai pedoman yang mengatur tentang:
a.       Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
b.      Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c.       Struktur organisasi satuan pendidikan;
d.      Pembagian tugas diantara pendidik;
e.       Pembagian tugas diantara tenaga kependidikan;
f.       Peraturan akademik;
g.      Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasana;
h.      Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;
i.        Biaya operasional pendidikan.
(2)     Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a,b, d, e, f, dan h diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan.
(3)     Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c dan i diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan. (4) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir g ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan setelah mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
(4)     Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir e ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan.

Pasal 53
(1)    Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun.
(2)    Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.      kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstra kurikuler, dan hari libur;
b.     jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;
c.      mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada.
d.     penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;
e.      buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran;
f.      jadwal penggunaan dan pemeliharaan sara dan prasarana pembelajaran;
g.     pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai;
h.     program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;
i.       jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah;
j.       rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
k.     jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.
(3)    Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pasa154
(1)      Pengelolaaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
(2)      Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 harus mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah
(3)      Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawakan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Pasal 55
Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Pasal 56
Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan.
Pasal 57
Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Pasa1 58
(1)       Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan pendidikan.
(2)       Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah laporan oleh pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
(3)       Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
(4)       Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
(5)       Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/Wali kota melalui Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6)       Untuk pendidikan dasar dan menengah keagamaan, laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(7)       Setiap pihak yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindaklanjuti laporan tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.

8.      Standar Pembiayaan
Pasal 62
(1)       Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
(2)       Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.
(3)       Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
(4)       Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji;
b.      bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c.       biaya operasi pendidikan tk langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
(5)       Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peratuaran Menteri berdasarkan usulan BSNP.

9.      Standar Penilaian Pendidikan
Pasal 63
(1)       Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.       penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.      penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c.       penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Pasa164
(1)   Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
(2)   Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
a.       menilai pencapaian kompetensi peserta didik
b.      bahan penyusunan laporan kemajuan,
c.       memperbaiki proses pembelajaran.
(3)   Penilaian hasil belajar-kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a.       pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik;serta
b.      ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
(4)   Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
(5)   Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
(6)   Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
a.       pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
b.      ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
(7)   Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
a.       kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c.       kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      kelompok mata pelajaran estetika;
e.       kelompok rnata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Pasal 65
(1)       Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
(2)       Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(3)       Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
(4)       Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(5)       Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(6)       Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.


Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
Pasal 66
(1)    Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
(2)    Ujian nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan, dan akuntabel.
(3)    Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak­banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pasal 67
(1)       Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan.
(2)       Dalam menyelenggarakan ujian nasional BSNP bekerjasama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan.
(3)       Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 68
(1)       Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a.       pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b.      dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c.       penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d.      pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Pasal 69
(1)       Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
(2)       Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.
(3)       Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
(4)       Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional.
Pasal 70
(1)       Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
(2)       Pada program Paket A, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Kewarganegaraan.
(3)       Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
(4)       Pada SMA/MA/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan
(5)       Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
(6)       Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Pasal 71
Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Kelulusan
Pasal 72
(1)      Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
a.       menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.      memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
c.       Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.      Lulus Ujian Nasional.
(2)      Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Adapun untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

v  GURU SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL
Uraian tentang guru berikut ini bersumber dari Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
1.      Guru, Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1). Berikut ini deskripsi kedudukan, fungsi, dan tujuan guru:
Pasa12
(1)     Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang­-undangan.
(2)     Pengakuan kedudukam guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasa16
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

2.      Prinsip Profesionalitas
Pasal 7
(1)       Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.       memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.      memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.       memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidik sesuai dengan bidang tugas;
d.      memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.       memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.       memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.      memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.      memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.        memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2)       Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokraris, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

3.      Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)     Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)      Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)      Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)      Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntable.
(4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)     Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4.      Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)       Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.       memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.      mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.       memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas, kekayaan intelektual;
d.      memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.       memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.       memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-­undangan;
g.      memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.      memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.        memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.        memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.      memperoleh pelatihan dan pengembangan perofesi dalam bidangnya.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)     Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)     Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)     Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1)        Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki serifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang dsselenggarakan oleh masyarakat.
(2)        Tunjangan profesi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)        Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran - pendapatan dan belanja daerah (APBN).
(4)        Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)    Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)    Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)    Tunjangan fungsional sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1)        Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2)        Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)        Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4)        Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)      Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dala pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)      Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa1 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.       merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.      meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.       bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.      menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.       memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

5.      Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasa1 21
(1)       Dalam keadaan darurat; Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa1 22
(1)    Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 23
(1)         Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2)         Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional. Pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

6.      Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 24
(1)       Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)       Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3)       Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4)       Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1)      Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)      Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)      Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleng penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1)      Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2)      Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa1 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)      Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindah tugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)      Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antar provinsi, antar kabupaten/antar kota, antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)      Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4)      Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa129
(1)    Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangakat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)    Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)    Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)    Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlangsungan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)    Guru dapat diberhentikan denigan hormat dari jabatannya sebagai guru karena:
a.       meninggal dunia;
b.      mencapai batas usia pensiun;
c.       atas permintaan sendiri;
d.      sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.       berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2)    Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.       melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.      melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.       melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)    Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)    Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)    Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasa131
(1)     Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)     Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesempatan kerja bersama.


7.      Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1)       Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)       Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)       Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)       Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Mentri.
Pasa1 34
(1)       Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)       Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)       Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasa1 35
(1)       Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2)       Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang­-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)       Ketentukan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

8.      Penghargaan
Pasal 36
(1)       Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)       Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)    Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2)    Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)    Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)    Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.

9.      Perlindungan
Pasal 39
(1)       Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)       Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)       Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4)       Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5)       Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.


10.  Cuti
Pasal 40
(1)       Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)       Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3)       Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

11.  Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasa141
(1)       Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2)       Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)       Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4)       Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)       Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasa1 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.       menetapkan dan menegakan kode etik guru;
b.      memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.       memberikan perlindungan profesi guru;
d.      melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.       memajukan pendidikan nasional.



Pasa143
(1)       Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2)       Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)       Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2)       Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3)       Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)       Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5)       Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

12.  Sanksi
Pasal 77
(1)       Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanki sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)       Sanki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.       teguran;
b.      peringatan tertulis;
c.       penundaan pemberian hak guru;
d.      penurunan pangkat;
e.       pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)       Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)       Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)       Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi oleh organisasi profesi.
(6)       Guru yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasa1 79
(1)       Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)       Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.       teguran;
b.      peringatan tertulis;
c.       pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.      pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

13.  Ketentuan Peralihan
Pasal 80
(1)       Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a.       guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun., atau guru yang bersakutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik:
(2)       Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertantangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

14.  Ketentuan Penutup
Pasal 82
(1)       Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua betas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)       Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar