MANAJEMEN KELAS

Senin, 11 Februari 2013

aliran filsafat pendidikan existensialisme


A.     Pengertian Filsafat Pendidikan Existensialisme

Filsafat pendidikan existensilisme adalah suatu aliran tentang pandangan atau pendirian hidup yang bertitik tolak pada manusia yang konkrit atau nyata.
Aliran ini lebih memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu dan memberi individu suatu jalan berfikir mengenai kehidupan dan memberi individu suatu jalan berfikir mengenai kehidupan.
Sedangkan secara umum, eksistensialisme lebih menekankan pilihan kreatif subjektifvitas pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atau realitas.
Eksistensialisme lebih merujuk pada pengalaman langsung atas realitas dan berbagai dimensi dari saat sekarang, kesadaran bahwa ia ada dan bahwa ia adalah makhluk yang bertindak, memilih menciftakan dan mengekpresikan identitas dirinya dalam proses bertindak dan memilih secara bertanggung jawab, pengalaman keterlibatan yang sangat intim dalam kehidupan pemenuhan dan kesulitan- kesulitan.

B.     Hal Penting yang Berkenaan Dengan Eksistensialisme

Hal penting  yang berkenaan dengan eksistensialisme antara lain :
1.       Exsistensi mendahului esensi
2.       Seorang individu tidak memiliki watak esensial, tidak memiliki identitas diri selain yang terlibat dalam tindak pemilihan
3.       Kebenaran adalah subjektifitas
4.       Abstraksi tidak dapat mencerap maupun mengkomunikasikan realitas dari eksistensi individual.
5.       Filsafat harus mengkaitkan dirinya dengan kesulitan-kesulitan dan  keadaan batin manusia seperti kecemasan dan katakutan
6.       Alam semesta tidak memiliki arah atau sekema rasional
7.       Alam semesta tidak memberikan aturan-aturan moral aturan di bentuk oleh manusia dalam kontek tanggungb jawab
8.       Tindakan individu tidak dapat diramalkan
9.       Individu memiliki kebebasan berkehendak sepenuhnya
10.   Individu tidak bisa tidak harus memuat pilihan-pilihan
11.   Seorang individu dapat menjadi seseorang yang sama sekali berbeda dari diri yang sebenarnya

C.     Aliran Pemikiran Eksistensialisme

Pendapat Parkay terdapat dua aliran pemikir :
1.       Aliran theistik (bertuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia memiliki rasa kerinduan terhadap wujud sempurna, Tuhan
2.       Aliran Atheistik (tidak ber Tuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia harus mempunyai suatu fantasi agar dapat tinggal dalam berkehidupan tanggung jawab moral, dan ailran ini berfikir bahwa aliran theistik merendahkan kondisi manusia

D.     Pandangan Eksistensialisme dalam Berbagai Aspek

1.       Aspek Realitas
a.       Filsafat spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu
b.       Filsafat skeptik menjelaskan tentang pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatupun yang dapat kita kenal dari realitas
Namun eksistensialisme menolak kedua pandangan tersebut, menurut eksistensialisme realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri untuk menggambarkan realitas, kita harus menggambarkan apa yang ada dalam diri kita bukan yang ada di luar kondisi kita.
Eksistensi mengakui bahwa apa yang dihasilkan sama cukup asli, namun tidak memiliki makna kemanusiaan secara langsung
Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun pandangan-pandangan tersebut memiliki beberapa  persamaan sebagai berikut :
·         Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah apa yang disebut “eksistensi” yaitu cara manusia berada
·         Bereksistensi harus diartikan secara dinamis
·         Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai yang masih dalam proses menjadi
·         Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman konkrit, pengalaman yang eksistensial.

2.       Aspek Pengetahuan
Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu pandangan yang mengembangkan penampakan benda-benda dan peristiwa –peristiwa sebagaimana benda-benda tersebut menampakan dirinya terhadap kesadaran manusia pengetahuan yang di dapat dan sekolah bukan hanya untuk memperoleh pekerjaan atau karir anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan diri, pelajaran di sekolah akan dijadikan alat untuk merealisasikan diri bukan merupakan suatu disiplin yang kaku dimana anak harus patuh dan tunduk terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkan pribadi anak berkembang untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam kebenaran.

3.       Aspek Nilai
Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan kebebasan bukan merupakan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri. Melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan.
Keputusan yang diambil seseorang akan berakibat apa yang telah menjadi keputusannya. Tindakan moral mungkin juga untuk suatu tujuan, seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri.

4.       Aspek Pendidikan
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualitas dalam pemenuhan diri secara pribadi, setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik  pula ia bertangung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, sikun pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme erat hubungannya dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah- masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungannya antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan pusat  pembicaraan eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
a)       Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri, setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan tidak ada kurikulumm yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.
b)      Kurikulum
Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut greene, kebangkitan yang luas. Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberikan para siswa kebebasan individu yang luas dalam masyarakat mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesempulan mereka sendiri.
Kurikulum eksistensialis memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni, karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan intropeksi dan mengenalkan gambaran pada dirinya, pelajaran harus di dorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Pelajaran secara perorangan harus menggunakan pengalaman-pengalaman, lapangan mata pelajaran dan keterampilan intelektual untuk mencapai pemenuhan diri, dan lebih menekankan pada berfikir reflektif.
c)       Proses Belajar Mengajar.
Menurut Kneller (1971) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Burner tentang “dialog” Dialog merupakan percakapan antara pribadi dengan pribadi dan dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan “engkau” (Tuhan) sedangkan lawan dari dialog adalah “paksaan” diamana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan pelaksanaan.
Selanjutnya Buber menyatakan bahwa hendaknya guru jangan disamakan dengan instruktur, maka ia hanya akan merupakan perantara sederhana antara materi pelajaran dengan siswa.
Dalam proses belajar mengajar pengetahuan tidak dilimpahkan, melainkan di tawarkan, untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa yang harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu sendiri. Sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi.
d)      Peranan Guru
Menurut pemikiran eksistensialisme kehidupan tidak bermakna apa-apa dan alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya, meskipun demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita harus commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita.
Sebuah karangan Maxine Greene (Parkay, 1998) seorang filosof terkenal yang hariannya didasarkan pada eksistensialisme, “kita harus mengetahui kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia dari sudut pendirian bersama” urusan bersama yang paling berharga yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna merupakan proses edukatif, sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepaa siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari kehidupan mereka.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain kemudian membimbing siswa untuk memilih akternatidf-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia, lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam suatu drama belajar, bukan penonton.
Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berfikir relatif dengan melalui pertanyaan- pertanyaan. Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak memberi instruksi, guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistensialisme, siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme sebagai berikut :
1)      Tujuan Pendidikan
Memberi bekal pengalaman yang luas dan  komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
2)      Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya, suatu kemitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi
3)      Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal, kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia, kebebasam memiliki aturan-aturan oleh karena itu, disekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial kebebasan dapat menimbulkan konplik.
4)      Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada hari ini, esok lusa mungkin menjadi murid
5)      Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik.

BAB III
KESIMPULAN

1.       Filsafat pendidikan existensilisme adalah suatu aliran tentang pandangan atau pendirian hidup yang bertitik tolak pada manusia yang konkrit atau nyata.
2.       Aliran ini lebih memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu dan memberi individu suatu jalan berfikir mengenai kehidupan
3.       Aliran pemikir eksistensialisme dibagi dua
-          Aliran theistik (bertuhan)
-          Aliran Atheistik (tidak ber Tuhan)
4.       Peranan guru menurut aliran eksistensialisme
-          Para guru memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari kehidupan


DAFTAR PUSTAKA


Jujun S, Suria Sumantri. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.   Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Sadulloh, Uyoh Drs. 2006. Pengantar Ilmu Filsafat Pendidikan. Bandung ALFABETA.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar